Friday, February 19, 2010

Dilema Outsource.....

Dalam sebuah instansi perusahaan pasti ada yang namanya target. Ada yang namanya kebijakan. Dan tiap target serta kebijakan itu, pastilah akan menimbulkan dampak yang berbeda-beda. Baik untuk suatu individu atau untuk sebuah tim.

Di tempatku bekerja sekarang juga begitu adanya. Ada target divisi dan ada juga target perusahaan. Dan kesemuanya itu kadang ada bentroknya juga. Apalagi posisi ku sebagai kaum outsource. Bukannya aku nggak bersyukur, aku benar2 merasa alhamdulillah banget dapet kerjaan di sini. Karena aku bisa melanjutkan kuliah setelah kerja disini. Cuma kadang aku merasa lucu ama kebijakan pihak perantara ku. Anggep aja pihak pertama adalah perusahaan dimana aku berkerja. Dan aku sebagai pihak ketiga yang menjadi aset pihak kedua alias menjadi produk perusahaan perantara antara pihak pertama dan ketiga. Si pihak kedua ini, kadang memaksakan kehendak mereka pada kaum pihak ketiga.

Sebetulnya kejadian pemaksaan seperti yang dialami beberapa temen outsource di lokasi kantor sekarang nggak perlu terjadi. Selama si pihak kedua mampu memberikan service dan loyalilatas yang bagus juga pada pihak ketiga. Mungkun service ini bisa berupa cara pengungkapan, cara penyampaian dan cara mengundang. Misal nya case sekarang ini, temen-temen merasa ada pemaksaan pada diri mereka untuk datang ke refreshment. Bagaimana tidak, kalau tidak datang dapet ancaman nggak diperpanjang kotrak lah, ato di SP lah, dll. Bermacam-macam di berbagai kota di jawa timur. Yang aneh kebijakan yang disampaikan bagi yang tidak mengikuti acara tersebut berbeda-beda. Lalu wajar nggak sih, kalo muncul pertanyaan "lha yang ngerluarin kebijakan ini siapa?".

Dan lagi, acara yang diinfokan mendadak. Bahkan aku yang harusnya berangkat besok, nggak tau harus menggunakan akomodasi apa? berangkat jam berapa? tak ada pemberitahuan yang jelas dan pasti. Lalu wajar nggak sih, kalo muncul pertanyaan "apa kita harus berangkat sendiri naik bis?".

Dan biasanya protes di kalangan outsource muncul karena kesenjangan sosial yang kentara banget. Perbedaan pendapataan 1:3 cukup membuat hari panas. Ditambah perlakuan para pihak pertama yang cenderung merasa bahwa outsource adalah BUDAK. Walo nggak semua seperti itu...

Ada case yang sempet diceritain ama teman sekantor pada ku. Dia dituntut untuk berkerja di dua divisi. Dan dengan tanggung jawab yang lebih besar di banding jobdesc aslinya. Kemudian ada personal "individu" dari pihak pertama yang meminta tolong untuk dibantu mengolah data pelanggan yang notabene ada puluhan ribu, namun tidak diiringi dengan sikap yang melegakan. Bayangkan, ketika teman ku ini menghabiskan waktu di depan komputer dan mencurahkan segala kemampuannya, si personal "individu" ini malah ngobrol sambil ngerokok di teras depan kantor. Wajar nggak sih, kalo temenku merasa tersinggung. Padahal yang di kerjakan kala itu bukan lah termasuk dalam jobdesc nya, dan parahnya si temen ku dan personal "individu" ini berbeda divisi lo.

Yah mau gimana lagi.. emang udah budayanya kayak gitu. Masih banyak cerita lain sebenarnya. Cuma kayaknya ga cukup diceritakan disini... :)

So.. Dosa kah jadi seorang outsource? nggak juga menurutku. Tinggal gimana masing-masing individu menyikapi nya. Yang jelas jangan selamanya menjadi seorang outsource aja, Mencari yang lebih baik di luar sana. Atau berinisiatif usaha sendiri malah lebih baik tampaknya.