Monday, November 2, 2009

FriendShip

Sahabat itu satu tingkat di atas kata teman dan satu tingkat di bawah keluarga. Tapi agak susah membandingkan tingkatan dengan kekasih. Untuk perbandingan yang ini, menurutku masih relatif. Ada yang bilang di bawah kekasih, tapi ada pula yang sebaliknya. Kalau menurutku sahabat berada satu tingkat dia atas kekasih dan dua tingkat dari teman. Jadi kalau disusun keluarga, sahabat, kekasih dan kemudian teman.

Maka dari itu, sahabat adalah makhluk yang mengerti dan menerima kita apa adanya setelah keluarga. Mereka ada untuk kita. Dalam suka dan duka. Ketika kita bertemu dengan sahabat, obrolan mengalir seperti aliran air sungai yang tak bermuara. Obrolan dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Bertukar pikiran, saling mengkritik, saling memahami dan saling memaklumi kekurangan masing-masing.

Lalu dimana kita bisa menemukan seorang sahabat? jawaban nya ada dalam diri kita sendiri. Saat kita tulus kepada seseorang, pasti kita akan menemukan seorang sahabat sejati di dalamnya. Walaupun tak semua orang yang kita temui akan menjadi sahabat kita. Tapi dengan mata hati kita, pasti akan menemukan seseorang yang kan menjadi sahabat kita. Kita cukup melakukan sesuatu dengan tulus dan tanpa pamrih untuk setiap orang.

Aku menemukan sahabatku di kala masa SMA. Dari aku mulai pertama berteman, aku selalu berharap akan sahabat yang mau melakukan apapun untuk membuatku senang. Tapi ternyata tidak seperti itu persahabatan. Ternyata bersahabat itu ada kalanya tertawa bersama dan ada kalanya menangis bersama. Perasaan sayang yang nggak bisa diungkapin dengan kata-kata tapi dengan banyak perbuatan. Saling tolong menolong di perantauan adalah permulaan dari persahabatan itu tumbuh. Ada kalanya sahabatku ngambek, tapi anehnya aku tak bisa marah padanya. Walopun ngambeknya berhari-hari.

Layaknya kemaren, malam itu kondisi mentalku lagi nggak bagus. Sumpek ama kerjaan dan kuliah. Kegiatan 7 hari dalam 1 minggu tanpa ada istirahat. Tak ada waktu untuk merfresh pikiran, saat berharap mendapat suatu yang menyegarkan pikiran ketika pulang ke rumah, yang kudapat malah sebaliknya. Tingkat sensitifitas memuncak dan tak menemukan seorang pun untuk sekedar berbicara. Bahkan keluarga, entah mengapa tak bisa membuka mulut sama sekali. Saat itulah, sahabatku datang tanpa di undang. Lega rasanya, padahal aku sama sekali tak membicarakan masalahku. Aneh ya..?

Itulah sahabat.... Selalu merindukan.. Selalu berharap mereka baik-baik saja...

Sahabat... Terima kasih atas semua yang kau berikan... Terima kasih atas dukungan dan hinaan membangun yang kau berikan. I love you all....

Sunday, November 1, 2009

Become Rich

Dalam konteks ini, kita membahas kaya dalam arti sebenarnya dan dalam lingkup yang lebih sempit yaitu keuangan. Kaya adalah ketika berada dalam kondisi berlimpah harta dan rejeki yang lebih dari cukup ada di tangan kita. Kekayaan biasanya diringi dengan kekuasaan atau jabatan yang tinggi dalam suatu lingkungan tertentu. Makanya ga mungkin seorang presiden itu miskin....

Hal yang paling kutakutkan adalah menjadi KAYA. Aneh memang, malah bisa disebut dengan abnormal. Apalagi dengan kondisi dunia yang sekarang ini, tak akan bisa hidup jika tanpa uang di tangan. Merasa tidak dihargai dan disepelekan jika tak memiliki uang tak jarang muncul dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar kita.

Contoh aja, ada beberapa manusia yang memandang seorang pengemis dengan jijik. Walaupun ada segelintir yang memandang dengan diiringi rasa kasihan. Tapi coba kita amati saat manusia memandang seseorang yang turun dari sedan BMW. Ada yang berkata "wah...", ada yang cukup dengan melongo atau ada yang lebih ekstrim dengan langsung nyamperin (mungkin emang udah kenal kali ya.. :D).

Itu contoh kala kita berada di posisi penonton. Kita bayangkan jika kita di posisi sebagai seorang yang kaya. Hal pertama yang biasa nya muncul sebagai reaksi dari banyak uang adalah menjadi seorang yang boros. Apalagi dengan mayoritas masyarakat dunia yang konsumtif. Tujuan manusia dalam hidup adalah memenuhi keinginannya. Maka dari itu, saat memiliki modal pasti tak akan menunda untuk memenuhi keinginannya tersebut.

Bagaimana kalo berada dalam kondisi sebagai seorang ibu. Kita liat aja, beberapa contoh orang yang sukses dominan berasal dari kalangan tak mampu. Secara logika, dasar sifat manusia tergantung dari sang ibu. Bagaimana sesama saudara bisa rukun, itu juga bergantung dari ibu. Berbeda dengan kepandaian, yang bisa berasal dari Gen. Seorang ibu mendidik anak-anaknya untuk saling berbagi dan tolong menolong di kala susah. Bagaimana cara mencotohkan kondisi susah jika lingkungan rumah sudah serba ada.

Kita liat karakteristik orang disekitar kita. Sebagai permisalan, aku memiliki teman sedivisi yang berbeda latar belakang. Dua-duanya orang yang baik dan menyenangkan. Yang berbeda adalah cara mereka menatap kehidupan. Temen ku yang satu, kita sebut aja "A" yang berasal dari keluarga yang pas-pas an. Saat ada masalah menerpa dalam kerjaan, dia akan terdiam sejenak dan berpikir tentang solusi yang terbaik. Sedangkan temenku yang satunya, kita sebut dia "B" yang berasal dari keluarga berduit. Dalam menghadapi masalah yang ada di depan mata, lebih ke arah menggampangkan. Contoh lebih detail, A akan mengerjakan tiap job yang menjadi tanggung jawab dia sampai selesai baru dia pulang kantor. Walopun kerjaan itu selesai jam 12 malem. Sedangkan si B, walopun job yang jadi tanggung jawab dia belum kelar ampe 50% dan tiba-tiba ada tawaran main bilyard, langsung cabut dengan embel-embel masih ada hari esok.

Nah.. .karena melihat hasil didikan orang kaya pada orang di lingkunganku, membuatku makin takut menjadi kaya. Aku takut gimana cara mendidik anak ku kelak. Kalo misal aku sekarang hidup pas, nggak miskin tapi juga nggak kaya. Mungkin aku bisa mendidik anakku kelak dengan system yang sama seperti yang ibuku terapkan padaku. Semisal ibuku hanya mampu membeli sepotong roti, maka dia akan mengajari aku dan kakakku untuk memotong roti itu menjadi dua. Namun jika dalam kondisi yang kaya, pasti akan terpikir membeli dua potong roti sekaligus. Aku takut tak mampu mendidik anakku menjadi lebih tangguh dan lebih baik daripada aku. Aku takut akan godaan menjadi sombong ketika menjadi kaya. Tak bisa mengenakan baju seharga dibawah 500.000 atau tak mampu mencuci piring karena telapak tangan langsung lecet terkena air sabun. Aku tak mampu menghadapi cobaan yang seperti itu....

Dan yang paling mengerikan, aku lupa beribadah karena sibuk bersenang-senang dengan uang yang kumiliki.... audzubillahhamindalid...